Di tengah hingar-bingar dunia yang sibuk mengejar kenyamanan dan kesenangan, masih ada satu jiwa yang memilih jalan berbeda — jalan pengorbanan, jalan pengabdian, dan jalan penuh makna. Dialah Mas Faisal Muttaqin, seorang kepala keluarga yang sederhana namun tangguh. Bersama istri tercinta, Mbak Wiewied, serta dua buah hatinya, Mbak Luluk dan Dik Ibra, ia hidup bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk masa depan generasi Qur’ani yang lebih baik.
Mas Faisal bukanlah orang yang sibuk mencari sorotan. Ia tidak mengincar popularitas. Tapi jika kita ingin tahu makna kerja keras yang dilandasi iman, lihatlah beliau. Saat banyak orang duduk santai menikmati waktu luang, ia justru memilih berpeluh, berjuang, membangun, dan menyiapkan ruang untuk anak-anak bangsa yang kelak akan tumbuh bersama Al-Qur’an.
Dengan penuh dedikasi, tangannya tetap berdzikir — bukan dengan tasbih, tetapi dengan menggenggam cangkul, mengaduk tanah, menata bambu, dan menyiapkan pondasi. Bukan pondasi bangunan semata, tapi pondasi peradaban. Ia tahu, setiap batu yang ditata, setiap tanah yang diaduk, adalah bagian dari cita-cita besar: melahirkan generasi yang cinta Qur’an, tangguh iman, dan kuat akhlaknya.
Mas Faisal mengajarkan kita bahwa berjuang di jalan Allah tidak harus menunggu jadi ustaz, tidak harus hafal ribuan ayat, atau tampil di depan panggung. Cukup dengan niat yang lurus, kerja yang ikhlas, dan tekad yang tidak goyah — setiap orang bisa menjadi bagian dari perjuangan besar ini.
Bagi siapa pun yang membaca kisah ini, semoga kita tersentuh dan tergerak. Jangan menunggu sempurna untuk berbuat baik. Jangan menunda untuk berkontribusi. Karena sejatinya, dunia ini dibangun oleh tangan-tangan yang tak dikenal, tapi sangat dicintai oleh langit.
Semoga Allah senantiasa melindungi dan memberkahi setiap langkah Mas Faisal Muttaqin, dan menjadikan semua peluh dan letihnya sebagai cahaya penuntun menuju surga-Nya.

