Selasa, 15 Juli 2025 — Para santri baru Pondok Pesantren Itqan Al-Qur’an Al-Salmaniyah, Boyolali, mengikuti kegiatan penting yang menjadi langkah awal dalam perjalanan mereka menuntut ilmu. Pada kesempatan ini, Kyai Sahirul Alim, S.Ag., Al-Hafidz, memberikan materi pengenalan pesantren, sebuah pembekalan awal yang penuh makna dan sarat nilai-nilai kepondokan.
Tiga Ruh Pesantren: Pilar yang Menghidupkan Pondok
Dalam penyampaian yang tenang namun penuh semangat, Kyai Sahirul menjelaskan bahwa sebuah pesantren memiliki tiga unsur ruh atau jiwa utama yang tidak bisa dipisahkan:
- Kyai — Sebagai pusat ilmu, suri teladan, dan pemandu ruhani para santri. Seorang kyai bukan hanya guru, tapi juga pembina karakter dan penuntun spiritual.
- Santri — Para penuntut ilmu yang menjadi generasi penerus perjuangan dakwah. Mereka bukan hanya belajar, tapi juga menempa diri dalam kesederhanaan dan kedisiplinan.
- Asrama/Pondok — Tempat tinggal dan pusat kegiatan yang menjadi wadah kehidupan bersama. Di sinilah santri ditempa melalui kehidupan berjamaah yang penuh nilai.
Ketiga unsur ini bersatu dalam satu ekosistem keilmuan dan spiritual yang telah terbukti mencetak generasi berakhlak mulia.
Simbol Santri: Bukan Sekadar Pakaian
Kyai Sahirul kemudian menjelaskan makna filosofis di balik ciri khas pakaian santri. Ternyata, setiap atribut yang dikenakan para santri memiliki makna mendalam:
- Kopyah berasal dari kata “khufyah” yang berarti takut (kepada Allah), simbol ketundukan dan ketawadhuan.
- Koko dari kata “taqwa”, menggambarkan kesucian dan ketakwaan dalam berpakaian dan berperilaku.
- Sarung berasal dari kata “syarah”, yang berarti penjelasan atau syariat agama, simbol komitmen menjalani aturan Islam dalam keseharian.
Pakaian santri bukan hanya identitas luar, tetapi juga pengingat akan misi spiritual yang melekat dalam setiap langkah mereka.
Falsafah Kata “Santri”: Jalan Menuju Surga
Tak hanya simbol pakaian, Kyai Sahirul juga menguraikan falsafah mendalam dari kata “santri” itu sendiri:
- Sin (س) — Sabilul akhirah, jalan menuju akhirat.
- Nun (ن) — Naibul kyai, pengganti peran kyai di masa depan.
- Ta (ت) — Tarkul ma’siah, meninggalkan segala bentuk maksiat.
- Ra (ر) — Raghib fil khair, mencintai dan menyukai hal-hal baik.
- Ya (ي) — Yarju al-salamah, selalu berharap keselamatan dunia dan akhirat.
Falsafah ini menjadi pondasi karakter santri — menjadikan mereka bukan hanya pelajar, tetapi juga calon pemimpin, da’i, dan teladan umat di masa depan.
Penutup: Menapaki Jalan Ilmu dengan Niat yang Lurus
Kegiatan ini bukan hanya menjadi sesi perkenalan, tetapi juga penanaman nilai dan semangat santri sejati. Dengan penjelasan yang penuh makna dari Kyai Sahirul, para santri diharapkan memahami bahwa kehidupan di pesantren bukan sekadar menimba ilmu, tetapi membentuk diri secara utuh — lahir dan batin.
Semoga langkah awal ini menjadi awal perjalanan yang penuh keberkahan bagi seluruh santri Itqan Al-Qur’an Al-Salmaniyah, menuju cahaya ilmu dan keselamatan dunia-akhirat.

